Mengungkap Misteri Pemilik Lion Air

June 15, 2017       February 23, 2015      19:00You are hereLiputan Khusus Mengungkap Misteri Pemilik Lion AirSatrio ANLiputan KhususLike

1668907201 Gonjang-ganjing Maskapai Berlogo Kepala Singa IndonesianReview.com — Banyak kalangan mulai curiga siapa pemilik Lion Air sesungguhnya. Rusdi Kirana hanya pengelola dana investor asing? 

Siapa sebenarnya pemilik PT Mentari Lion Airlines, yang mengoperasikan pesawat komersial Lion Air? Pertanyaan ini belakangan muncul seiring ‘kesaktian’ maskapai ini yang tidak pernah terkena sanksi dari otoritas penerbangan nasional, meskipun kerap membuat gaduh karena delay (penundaan keberangkatan) pesawatnya.

Dalam wawancara dengan Tempo pada edisi 4 Desember 2011 dan 23 Juni 2013, CEO dan Presiden Direktur PT Mentari Lion Airlines, Rusdi Kirana mengatakan bahwa 100% saham Lion dimiliki dirinya dan kakaknya, Kusnan Kirana.

Namun, banyak yang tak percaya pernyataan Rusdi tersebut. Banyak kalangan menduga Rusdi hanya seorang pengelola dana milik investor asing. Ini bisa dilihat dari ekspansi besar-besaran yang dilakukan maskapai ini dalam beberapa tahun belakangan. Maret 2013, misalnya, Rusdi Kirana meneken kontrak pembelian sebanyak 234 pesawat Airbus A320 senilai US$ 24 miliar atau Rp 230,4 triliun.

Sebelumnya, 18 November 2011, Rusdi meneken kontrak pembelian sebanyak 230 pesawat Boeing 737 senilai US$ 21,7 miliar atau lebih Rp 195 triliun.

Banyak kalangan terkaget-kaget menyaksikan pembelian besar-besaran yang dilakukan Lion. Bayangkan, dari dua kontrak itu saja, Lion harus merogoh dana sebanyak Rp 425 triliun lebih. Betul, dana sebesar itu diperoleh dari kredit yang dikucurkan konsorsium yang dipimpin BNP Paribas, Perancis (untuk Airbus) dan konsorsium yang dipimpin US Exim Bank (untuk Boeing).

Hanya saja, dalam aturan pembelian pesawat, sang pemilik (Rusdi Kirana) harus menyediakan modal minimal 30% dari total biaya pembelian, atau sekitar Rp 120 triliun lebih. Padahal menurut hitungan majalah Forbes, kekayaan Rusdi di tahun 2012 hanya sekitar Rp 8,5 triliun.

Lantas, dari mana Rusdi mendapatkan uang sebanyak itu untuk memesan pesawat Boeing dan Airbus? Jika tidak punya uang jaminan, apa yang diberikan Rusdi  sehingga pihak Boeing dan Airbus percaya pada bisnisnya.

Rusdi sendiri memulai bisnis ketika ia terjun menjadi seorang sales marketing mesin ketik buatan Amerika Serikat, merek Brother. Tiap bulannya dia hanya menerima bayaran Rp 95.000.

Dia lalu pindah profesi menjadi penjual tiket penerbangan. Tak lama kemudian bersama kakaknya, Kusnan Kirana, dia mendirikan Lion Tours. 

Berbekal pengalaman ini, dua bersaudara ini lalu menyewa satu pesawat Boeing 737-200, setelah mendapat izin penerbangan pada Oktober 1999. Dengan modal hanya US$ 10 juta, pada 30 Juni tahun 2000, Lion Air terbang.

Kalau dilihat dari tahun berdirinya, Lion lahir di tengah situasi perekonomian Indonesia sedang kacau balau sebagai dampak dari krisis moneter dan tumbangnya Presiden Soeharto. Dan, dalam waktu sekejap, Lion Air dan Rusdi Kirana menjadi sangat besar.  Rusdi menjadi Presiden Direktur dan CEO PT Lion Mentari Airlines.

Kecurigaan tentang siapa pemilik Lion sebenarnya terlihat pada penggunaan nama ‘Lion’. Lion dalam bahasa Inggris artinya ‘singa’. Dalam pendirian banyak perusahaan nasional, nama ‘singa’ tidak pernah ditemui. Kata ‘singa’ malah menjadi identitas Singapura.

Dari sinilah kecurigaan semakin kuat bahwa pemilik Lion sebenarnya adalah perusahaan dari Singapura. Benarkah Singapura diam-diam ingin mendominasi bisnis penerbangan di Indonesia? Bisa jadi.

Asal tahu saja, saat ini lalu lintas udara Indonesia bagian barat dikendalikan oleh Singapura melalui perjanjian Flight Information Region (FIR). Perjanjian FIR meliputi penerbangan sipil, komersial, dan lainnya. Indonesia sendiri meratifikasi perjanjian tersebut dengan Keputusan Presiden No. 7/1996 tentang Ratifikasi Perjanjian FIR dengan Singapura.Beleid tersebut memuat ketentuan pengaturan sistem navigasi udara sebagian wilayah Indonesia akan dikuasai Singapura selama 15 tahun, karena dianggap belum mampu mengatur sistem navigasi secara penuh.Apakah Temasek?

Di luar bisnis penerbangan, sesungguhnya sejumlah perusahaan Singapura sudah banyak menguasai berbagai usaha strategis di Indonesia. Yang paling menggurita adalah Temasek Holdings Pte. Konglomerasi milik Pemerintah Singapura ini sudah cukup lama dikenal karena cengkeraman bisnisnya dan usahanya memburu sektor telekomunikasi.

Namanya mulai jadi pembicaraan ketika tahun 1996 membentuk PT Bukaka SingTel. Perusahaan ini, kala itu, memenangkan tender pembangunan 403 ribu sambungan baru selama tiga tahun senilai Rp 1,1 triliun.

Temasek juga satu-satu investor yang paling getol memburu saham PT Telkomsel yang ditawarkan pada 2001. Usahanya tak sia-sia. Dua tahun kemudian, lewat SingTel (Singapore Telecommunications Limited), mereka berhasil mengantongi saham operator seluler terbesar di Indonesia ini sebesar 35%.

Setahun sebelumnya, Temasek berhasil membeli 41,49% saham Pemerintah Indonesia di PT Indosat Tbk senilai Rp 5,62 triliun (Rp 12.950 per saham). Saham ini dibeli oleh Asia Mobile Holding Pte Ltd, anak usaha Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT), yang menjadi bagian Temasek.

Namun, pada bulan Juni 2008, Temasek menjual 40,8% sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom (Qtel) senilai US$ 1,8 miliar atau Rp 16,8 triliun (dengan kurs Rp 9.300 saat itu). Lewat transaksi ini, Temasek menangguk untung hampir tiga lipat.

Ekspansi Temasek di Indonesia makin menggila. Seiring kebijakan privatisasi perbankan beberapa tahun lalu, mereka membeli PT Bank Danamon Tbk, PT Bank Internasional Tbk (BII), PT Bank Permata Tbk, PT Bank NISP Tbk, dan Bank Buana. Total kekayaan lima bank yang dikuasainya saat itu mencapai Rp 200 triliun lebih, atau 12% dari seluruh aset bank yang ada di Indonesia.

Hanya saja, entah kenapa, satu per satu bank ini dijual. Kini, Temasek hanya menguasai Bank Danamon dan Bank Permata.

Namun, itu tak berarti mengendorkan nafsu Temasek mencengkeram sektor-sektor bisnis di Indonesia. Kelompok usaha ini ikut ambil bagian dalam Cargill Golden Agri Resources. Mereka menggarap pengelolaan dan pengembangan perkebunan minyak kelapa sawit yang semula hanya dikuasai Sinar Mas.

Cargill adalah salah satu perusahaan pengolah minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunannya lebih dari dari 258 ribu hektar dengan 16 fasilitas penambangan minyak kelapa sawit mentah.

Gergasi Singapura ini memang sudah merambah ke mana-mana. Ada telekomunikasi, perbankan, perkebunan, dan entah sektor apa lagi yang sudah dimasuki. Pasalnya, Temasek begitu banyak memiliki unit usaha beranak-pinak, yang tak mudah mengurainya.

Misalnya, soal kabar kepemilikan saham Temasek di PT Astra International Tbk. Asal tahu saja, saat ini sebanyak 50,11% saham Astra dikuasai oleh Jardine Cycle & Carriage (JCC), sebuah perusahaan dealer mobil asal Singapura. Selama ini, JCC dikenal sebagai anak usaha Jardine Holdings Limited (57%) dan Employees Provident Fund Malaysia (8%).

Nah, Jardine Holdings Limited sendiri ternyata dimiliki oleh empat pemegang saham utama, yakni DBS Trustee Limited (50,21%), DBS Nominees Pte Ltd (9,09%), Employees Provident Fund Board (8,72%), dan Citibank Nominees Singapore Pte Ltd (4,78%).

Sebagai pemilik mayoritas Jardine Holdings Limited, DBS Trustee Limited ternyata masih dimiliki pula oleh anak-anak perusahaan DBS Group, yakni DBS Bank, DBS Vickers Securities Nominees Singapore Pte Ltd, DBS Nominees Pte Ltd, DBS Vickers Securities Holding Pte Ltd, dan DBS Group Holdings Ltd dengan porsi masing-masing 20%. Dan, DBS Group Holdings merupakan salah satu BUMN Singapura yang bernaung di bawah Temasek.

Bila ini benar, maka Temasek bisa dibilang sudah cukup lama menguasai sektor otomotif. Maklum, Astra, yang kini tercatat di Bursa Efek Indonesia, adalah jawara otomotif di Indonesia. Perusahaan ini menguasai 40% pasar otomotif. Temasek terus memburu sektor-sektor usaha yang menguntungkan di Indonesia. Dua tahun lalu, mereka memasuki bisnis ritel dengan membeli Matahari yang memiliki 80 gerai di 52 kota di Nusantara.

Memang, tak salah jika Temasek berbisnis di Indonesia. Hanya saja, kehadirannya hendaknya bisa menciptakan pasar yang sehat. Sebab, bukan apa-apa, Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha sempat menjatuhkan vonis terhadap Temasek karena melakukan praktek monopoli di sektor telekomunikasi. Yakni, memiliki saham pada perusahaan sejenis di bidang usaha dan pasar yang sama, yakni PT Telkomsel dan PT Indosat Tbk. Itulah kenapa, Temasek kemudian menjual sahamnya ke Qatar Telecom.

Lantas, apakah pemilik Lion Air adalah Temasek? Entahlah. Semuanya masih misteri. Yang jelas, Temasek sudah lama masuk ke bisnis penerbangan. Perusahaan ini adalah pemilik Singapore Airlines. Di Indonesia lewat anak usahanya, Silk Air, pesawatnya melayani rute-rute sejumlah ibukota provinsi maupun kota madya.

Hanya saja, pernyataan  mantan  Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu perlu juga didengar. Dia bilang bahwa bisnis penerbangan itu menjadi salah satu sektor yang paling aman dan nyaman untuk  tempat pencucian uang. Sebab, satu pesawat harganya sekitar Rp 700 miliar. “Kalau dibelikan mobil banyak banget, enggak masuk akal,” ujar Said Didu.

Kalau benar, siapakah tokoh tersebut? 

Berita selanjutnya: “Ada Apa dengan Dana Talangan Refund Lion Air”

Tag: Lion AirRusdi KiranaFlight Information RegionTemasekSingapuraSatrio AN

Redaktur Eksekutif 234 articles

Analis IndonesianReview.com

– Berita TerkaitAdnan B Nasution Pendekar Hukum Tiga Zaman Selamat Jalan Adnan Buyung Nasution 1 year 8 months agoBuwas Ditelan Gurita Bisnis Multinasional 1 year 9 months agoGaduh Pencopotan Komjen Budi Waseso 1 year 9 months agoBerita TerbaruTarmizi A. Karim dan Harapan Masyarakat Aceh Solusi jitu yang diharapkan oleh seluruh masyarakat Aceh 1 year 2 weeks agoKNPB dan Pengkhianatan Suara Rakyat Papua Tukang klaim yang justru bertentangan dengan aspirasi masyarakat Papua sesungguhnya. 1 year 2 weeks agoRupiah Jatuh, Harga Pangan Terbang Tinggi Akibat omong besar 1 year 3 weeks agoRebutan Kapolri Persaingan jendral polisi 1 year 4 weeks agoDuet Maut Luhut-JokowiBisnis besar di balik Pilpres mendatang 1 year 4 weeks agoPapua Merdeka Siapa yang mewakili 1 year 1 month agoAkhir Petualangan Teroris SantosoMujahidin Indonesia Timur 1 year 1 month agoPencarianLiputan KhususInsight10 TerpopulerSeminggu/Sebulan/All TimeTweet TerbaruTweets by @IndoReviewTagsAirAsia   Pengemudi Mitsubhisi Outlander maut   Menteri Dalam Negeri   Kredit Properti   HPH   Pasar ASEAN   Migas Nasional   Kekhalifaan ISIS   sistem politik   Politik   Kafir   Kementrian Dalam Negeri   Masril Koto   Kontroversi Jusuf Kalla   Paket Kebijakan Ekonomi   Modal Asing   Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)   Rumah Pantai   kepolisian indonesia   kewenangan bareskrim   Bank Tani   WMO   peningkatan nilai investasi   Perusahaan Lisrik Negara   Internal Supply Chain   PT Cinemaxx Global Pasifik   laju inflasi   Suharto   saham repo   cadangan devisaPenulis Previous PostLiputan KhususNext Post Liputan Khusus

Link

Sindikasi

Shop

Apps

IndonesianReview.com Newsletter

Stay informed on our latest news!Previous issues

Menu

2015 TirtaAmarta.com. Dilindungi Hak Cipta.Indonesian Review

Aly Chiman

Aly Chiman is a Blogger & Reporter at AlyChiTech.com which covers a wide variety of topics from local news from digital world fashion and beauty . AlyChiTech covers the top notch content from the around the world covering a wide variety of topics. Aly is currently studying BS Mass Communication at University.